Selasa, 20 Maret 2012

Kesabaran seorang Ibu...



By : Dinar Apriyanto

Weekend kali ini terasa begitu istimewa bagi saya dan tiga bidadariku – istri dan kedua putriku-. Kami berkesempatan untuk ‘rihlah’ ke sebuah kota yang terkenal dengan buah Apel-nya dan kalau tidak salah ingat, terakhir kali kami berkunjung ke kota ini mungkin sudah hampir setahun yang lalu. Rasanya perjalanan kami pagi itu begitu nikmat, karena selain me-refresh pikiran, sejak awal kami sudah niatkan juga untuk melihat ke-Besar-an Alloh melalui alam yang dibentangkan di muka bumi ini. Selama perjalanan-pun suasana belajar begitu kental, tak henti-hentinya kami gunakan untuk mengajak kedua putri-ku melihat berbagai macam fenomena termasuk fenomena sosial yang banyak ditemukan selama kurang lebih delapan jam perjalanan yang akan ditempuh. Fenomena yang kami pelajari yaitu dari pengemis yang menggendong bayi kecil, sekumpulan pemuda bertubuh gagah yang ‘hanya’ menghabiskan waktu dengan melompat dari satu truk ke truk lain, para pedagang bakso dan rujak yang begitu gigih mencari nafkah dan juga sampai fenomena kemacetan di jalan raya yang sering disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Ah..Hampir-hampir tiap saat, selalu saja ada saja fenomena yang bisa kami ambil hikmahnya. Hingga suasana belajar itu ‘dihentikan’ oleh rasa kantuk yang menghinggapi kami berempat...

Tepat pukul 16.00 di sore hari tibalah kami di kota tujuan. Kamipun menuju sebuah hotel yang berada di sekitar tempat wisata yang akan kami kunjungi keesokan harinya. Tiba di hotel, seorang penjaga lobi hotel tersenyum melihat kedatangan kami, dan menunjukkan daftar kamar yang sudah bertuliskan nama pemesan dan kamar, ada nama keluarga kami dalam daftar itu, lalu petugas lobi hotel satunya sibuk mencari kunci di box dan dalam hitungan detik kunci kamar bernomer 114 diserahkan petugas itu. “Silahkan pak!” satu lagi petugas lobi mengambil tas coklat besar bawaan kami yang cukup berat...kira-kira 50 meter dari lobi hotel, kami sampai di kamar “Triple Room” bernomor 114. Kelelahan perjalanan kami akhirnya terobati dengan tiga buah tempat tidur nyaman yang  sudah tertata begitu rapi. Suhu kamar lumayan dingin, “AC-nya terlalu dingin!” pikirku dalam hati, sambil melongok ke atas dan saya cari-cari letak AC-nya, oh..tak saya temukan AC di ruangan ini, dan saya baru tersadar, bahwa ternyata dingin suhu di kamar ini bukan karena AC, namun karena memang daerah ini dikelilingi pegunungan, dan berada di dataran tinggi, sehingga wajar bila suhu kamar ini terasa seperti terhembus dinginnya Air Conditioner.Mengingat masih butuhnya energi untuk menikmati keindahan alam Kota Apel esok pagi-nya, kamipun malam itu  memilih untuk segera istirahat dan rencana untuk berkunjung ke beberapa tempat yang eksotis dan indah di kota ini sudah menari-nari di atas lamunan kami sampai terbawa dalam bunga tidur kami berempat...

Suara Adzan subuh membangunkan istirahat malam itu yang terasa panjang...Pagi itu hawa semakin dingin suhu-nya, ditambah sinar matahari yang tampak ‘enggan’ menyinari kota ini. Namun hawa dingin tak menyurutkan ‘semangat’ kami untuk bergegas mandi setelah semalaman tertidur pulas...Pagi itu rasanya waktu berjalan begitu cepat karena terlalu banyak hal yang sudah kami susun untuk berkunjung dan merasakan beberapa keindahan tempat wisata di kota ini...Sebuah bus berkapasitas 60 orang membawa kami ke sebuah tempat wisata yang berjarak kira-kira 3 kilometer dari hotel tempat kami bermalam...Tempat wisata ini tampak dari kejauhan seperti Istana, mungkin kastil, ah bukan...kerajaan...bukan juga, mungkin sejenis kebun binatang, karena aksesoris di sekitarnya terlalu kuat menggambarkan suasana alam yang begitu kental, dua buah patung gajah ukuran besar dan sebuah pohon besar seukuran gedung bertingkat sepuluh lantai..wow...ah, apalah tempat ini yang jelas tempat ini sudah menjadi referensi  ribuan pengunjung hampir setahun belakanghan ini, walaupun masih baru, namun tempat ini sudah begitu terkenal hingga Mancanegara, kamipun masih tertegun melihat begitu indahnya tempat ini...bergegas kami menuju pintu masuk tempat wisata yang ternyata sudah penuh sesak oleh pengunjung yang tampak sudah antri beberapa jam yang lalu...

Seperti yang kami bayangkan sebelumnya, masuk pertama ke tempat wisata ini, kami disambut buanyak sekali jenis binatang mulai dari serangga yang berukuran kecil, gajah, buaya hingga fosil Dinosaurus yang ukurannya begitu besar...cukup melelahkan berjalan sambil menggendong putri kami, satu saya gendong, satu lagi digendong istri saya...yah, kalau 10 kilogram lebih bobotnya, ditambah tas besar di balik punggung saya yang cukup membuat punggung saya seperti membawa karung berisi beras...Huff...setiap beberapa meter, langkah kami terpaksa harus berhenti, apalagi kalau bukan karena capek...Sayapun mulai berpikiran negatif, ah...mana kuat kalau seperti ini terus sampai pintu keluar. Tampaknya kekhawatiran saya beralasan, karena bila dilihat peta, maka kami akan berjalan kaki selama kurang lebih lima kilometer...Subhanalloh...namun pikiran negatif saya pudar melihat keindahan alam dan uniknya binatang-binatang langka di tempat ini...Sesekali putriku minta untuk berjalan sendiri, namun lebih sering minta di gendong... lama-lama lengan terasa pegal-pegal juga, hingga akhirnya setelah berjalan cukup jauh dengan melihat-lihat aneka macam binatang tadi, sampailah juga kami di sebuah wahana tempat bermain, kamipun merasa menemukan wahana yang cocok untuk kedua putriku...sesampai di gerbang antrian masuk, ups, seorang petugas mengukur tinggi badan dan ternyata tinggi badan dan usia kedua putri kami belum memenuhi syarat untuk masuk ke dalam wahana ini...ah,kamipun berjalan lagi menemukan wahana yang pas...kulirik jam di pergelangan tangan kiri, wah ternyata kami sudah berjalan hampir dua jam...pantas, badan semakin terasa pegal...

Sekitar lima belas menit, kami menemukan sebuah tempat yang kali ini tidak salah lagi, cocok untuk kedua putri kami, sebuah wahana dengan papan bertuliskan “PLAYGROUND” menarik perhatian kami. Dari kejauhan tembok berawarna warni, lantai beraneka rupa warna telah menyita perhatian putri kami berdua...bola-bola warna, kursi kecil ala Taman Kanak-kanak, boneka, mainan olah kecerdasan, ah lengkapnya....kamipun bermain-main cukup lama di wahana ini sambil melepas rasa lelah dan men-‘charge’ baterai tenaga yang terpakai untuk berjalan tadi...

Di ujung ruangan wahana ini, tampak satu keluarga bercanda tawa ria, Bapak, ibu, dan tiga orang anak. Kebahagiaan mereka tampak sempurna dengan seringnya pecah tawa-tawa ringan di tengah-tengah obrolan mereka...’mirror neuron’ kebahagiaan itupun menular ke pikiran saya, melihat begitu utuhnya kebahagiaan keluarga itu, rasanya sisa-sisa tenaga dalam diri saya menjadi berkumpul kembali setelah cukup banyak menguap terpanaskan aktivitas berjalan dan menggendong putriku tadi.....sayapun tak mau kalah membuat suasana di tengah-tengah keluarga ku menjadi lebih hidup lagi...

Namun perasaan saya serasa berubah 180 derajat ketika melihat salah satu putri dari keluarga itu merangkak menuju ke arah saya, Subhanalloh, anak perempuan yang kira-kira berusia satu tahun itu terpasang selang cukup panjang di perutnya...dengan sabar, sang ibu memasukkan selang yang ter-ulur ke dalam plastik...ketika putri kecil ini merangkak lagi, maka selang kembali terulur dan si Ibu tadi mengulang kembali yang beliau lakukan tadi, memasukkan selang-selang yang terulur panjang di sekitar anaknya merangkak..dan kejadian ini terus berulang setiap kali si putri kecilnya merangkak...Namun di tengah kesibukan sang ibu mengurus selang-selang itu, senyum tulus selalu mendarat di bibirnya...si putri kecilpun balas membalas dengan senyuman yang polos dan manis...sesekali sang Ibu memegang tangan putri kecilnya ini dan mengajak belajar berjalan... dan tentu selang panjang itu cukup membuat ribet keduanya, namun tampaknya selang itu tidak menjadi penghalang kebahagiaan ibu dan putri kecilnya ini yang begitu bersemangat untuk menjelajah ruangan yang penuh aneka mainan ini...

Saya beranikan diri bertanya pada sang Ibu ‘hebat’ ini..”ibu, mohon maaf kalau boleh tahu, putrinya sakit apa ya?” tanya saya ke Ibu itu. “Oh, kemarin anak saya operasi gagal ginjal mas dan dia juga mempunyai kelainan tidak memiliki lubang anus!” jawab ibu itu ringan dengan wajah tegarnya yang nampak kuat terpancar... “Sejak lahir, memang sudah seperti ini mas...!” kata ibu ini menutup penjelasannya... Sayapun kemudian mengajak bermain putri kecil ibu ini bersama dua putri saya...suasana semakin seru termasuk ibu dan putri kecilnya inipun hanyut dalam suasana permainan...meskipun dalam hati saya masih berpikir tentang kondisi keluarga ibu ini dan putrinya...

Saya tersadar, dalam membersamai putri saya selama ini, sering terselip rasa-rasa lelah, sering alasan capek menjadi penggugur kewajiban untuk membersamai bermain bersama mereka...Bila dibandingkan kondisi ibu dan putri kecilnya tadi, saya jadi merasa malu di hadapan Alloh, mengapa saya yang diberi karunia dua putri yang begitu ‘sempurna’ masih belum optimal untuk membersamai masa kecil-nya, sementara Ibu yang saya temui hari itu begitu ikhlas dan menerima dengan kondisi putrinya yang ‘tidak normal’. Beliau begitu total untuk membersamai hari-harinya yang meskipun ‘berat’ namun tampak begitu ringan karena senyuman tulus yang selalu menyembul, belaian yang begitu ikhlas, dan kasih sayangnya yang begitu hangat menemani detik-demi detik aktivitas kebersamaan mereka.

Belajar dari Ibu super Sabar ini, saya menjadi paham, apa itu makna menjadi orang tua sejati, apa itu makna ‘hadir’ dalam hidup anak-anak kita, makna sabar dalam mendidik anak dan makna keikhlasan hidup... secara tersirat ibu itu memberi pesan cukup panjang bahwa, “Jadilah Orang Tua Hebat sebagai hadiah untuk anak kita yang kelak akan meng-Hebatkan diri kita...!”
Malang, 18 Maret 2012
Tulisan motivasi lain  juga bisa anda akses melalui www.klubmbc.blogspot.com (by : Dinar Apriyanto)    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar