Selasa, 06 Mei 2014

Jangan Salahkan Kodok.. By : Dinar Apriyanto



Habis Isya, biasanya dua biadadari saya masih main-main hingga lelah dan nanti tertidur dengan sendirinya menjelang jam 9 malam. Malam itupun juga sama, keduanya main sepeda-sepedaan dan tertawa lepas hingga terdengar sampai kamar saya. Namun tiba-tiba bunyi suara “Gubrak!!” sayapun spontan berlari dan melihat si Sulung terjatuh dari atas sepeda. Reaksinya tentu saja menangis. Dan si bungsu bilang , “ Mbak Zahra hati-hati..!”

Lalu si Sulung berjalan pelan dengan masih menangis menuju ke arah saya dan menggandeng tangan saya mengajak masuk ke dalam kamar...nampaknya dia memendam rasa malu , takut dan kaget saat terjatuh tadi. Dan sampai di kasur, dia merebahkan tubuh mungilnya dan menyembunyikan wajahnya di tumpukan bantal-bantal kecil. Saya hanya berkata, “Mbak Zahra habis jatuh ya, kenapa?” namun si Sulung tetap tidak menjawab...sayapun memutuskan untuk tidak bertanya lagi dan hanya saya temani tiduran disampingnya. Beberapa menit dia hanya terdiam saja, dan sayapun hampir-hampir tertidur dibuatnya..he..he..

Namun tiba-tiba Si Sulung bangkit dan berjalan agak cepat dan main-main lagi dengan sepeda tadi. Saya lalu teringat buku yang ditulis oleh Pak Fauzil Adhim tentang “Jangan salahkan Kodok”. Biasanya beberapa orang tua jaman dulu, kalau anaknya jatuh, rata-rata yang disalahkan adalah kodok, atau memukul lantai sambil berkata “Lantainya nakal ya!?” hingga bila kejadian ini terus menerus dilakukan akan membahayakan mental sang anak, alasannya berikut ini :


1.      Pola asuh yang salah dengan menyalahkan kodok atau apapun saat jatuh atau gagal dalam melakukan sesuatu.
2.      Seiring dengan perkembangan intelejensia anak, seorang anak akan mengerti bahwa ketika dia terjatuh atau celaka tidak akan mungkin dia menyalahkan meja, kursi atau benda atau apapun yang tidak bernyawa. So.. dia akan mencari seseorang yang bisa dijadikan kambing hitam atas kesalahannya. Tidak jarang si anak menyalahkan orang tuanya atau teman – teman sepermainanya
Nah, sayapun cukup terkaget di saat melihat anak saya cepat sekali bangkit dari kegagalannya saat naik sepeda. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya kita telah dikaruniai sebuah bekal untuk segera bangkit dari kegagalan secepat mungkin, terbukti sejak balita, kita-pun mungkin pernah mengalami.

Hanya saja ketika dewasa ini mungkin kita terlalu lebay dalam menanggapi kegagalan sebagai sebuah Akhir dari segalanya. Semoga bermanfaat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar