Habis Isya, biasanya dua biadadari
saya masih main-main hingga lelah dan nanti tertidur dengan sendirinya
menjelang jam 9 malam. Malam itupun juga sama, keduanya main sepeda-sepedaan
dan tertawa lepas hingga terdengar sampai kamar saya. Namun tiba-tiba bunyi
suara “Gubrak!!” sayapun spontan berlari dan melihat si Sulung terjatuh dari
atas sepeda. Reaksinya tentu saja menangis. Dan si bungsu bilang , “ Mbak Zahra
hati-hati..!”
Lalu si Sulung berjalan pelan dengan
masih menangis menuju ke arah saya dan menggandeng tangan saya mengajak masuk
ke dalam kamar...nampaknya dia memendam rasa malu , takut dan kaget saat
terjatuh tadi. Dan sampai di kasur, dia merebahkan tubuh mungilnya dan
menyembunyikan wajahnya di tumpukan bantal-bantal kecil. Saya hanya berkata,
“Mbak Zahra habis jatuh ya, kenapa?” namun si Sulung tetap tidak
menjawab...sayapun memutuskan untuk tidak bertanya lagi dan hanya saya temani
tiduran disampingnya. Beberapa menit dia hanya terdiam saja, dan sayapun
hampir-hampir tertidur dibuatnya..he..he..
Namun tiba-tiba Si Sulung bangkit dan
berjalan agak cepat dan main-main lagi dengan sepeda tadi. Saya lalu teringat
buku yang ditulis oleh Pak Fauzil Adhim tentang “Jangan salahkan Kodok”.
Biasanya beberapa orang tua jaman dulu, kalau anaknya jatuh, rata-rata yang
disalahkan adalah kodok, atau memukul lantai sambil berkata “Lantainya nakal
ya!?” hingga bila kejadian ini terus menerus dilakukan akan membahayakan mental
sang anak, alasannya berikut ini :
1. Pola asuh yang salah dengan menyalahkan
kodok atau apapun saat jatuh atau gagal dalam melakukan sesuatu.
2. Seiring dengan perkembangan
intelejensia anak, seorang anak akan mengerti bahwa ketika dia terjatuh atau
celaka tidak akan mungkin dia menyalahkan meja, kursi atau benda atau apapun
yang tidak bernyawa. So.. dia akan mencari seseorang yang bisa dijadikan
kambing hitam atas kesalahannya. Tidak jarang si anak menyalahkan orang tuanya
atau teman – teman sepermainanya
Nah, sayapun cukup terkaget di saat melihat anak saya cepat sekali
bangkit dari kegagalannya saat naik sepeda. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya
kita telah dikaruniai sebuah bekal untuk segera bangkit dari kegagalan secepat
mungkin, terbukti sejak balita, kita-pun mungkin pernah mengalami.
Hanya saja ketika dewasa ini mungkin kita terlalu lebay dalam
menanggapi kegagalan sebagai sebuah Akhir dari segalanya. Semoga bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar