Ketika saya kuliah semester 7,
ada salah satu teman dekat saya yang meminta tolong untuk di ta’arufkan dengan
seorang akhwat, yang juga teman satu angkatan. Bak petir di siang bolong yang
cetar dan membahana...saya tidak menyangka kalau ternyata teman saya yang
wajahnya paling terlihat alim dan satu-satunya ikhwan yang jenggotnya paling
lebat dan terurai itu tiba-tiba meminta tolong saya untuk menemui akhwat yang
dimaksud. Kok jadi saya yang deg-deg-an yah?? Bingung juga jadinya, bukan
karena apa-apa, tapi saya juga jadi nervous, karena baru pertama kali menemui
akhwat untuk menanyakan perihal ta’aruf untuk temen saya.
Nervous yang saya rasakan saat
itu stadium-nya persis seperti mau ngomong di depan publik yang audience-nya
pejabat-pejabat penting. Saya tanya beberapa kali memastikan temen saya itu
sadar meminta tolong saya melakukan ini.
“Kamu bener-bener serius?” tanya
saya pada temen saya beberapa kali...
Temen saya pun dengan wajah yang
meyakinkan mengiyakan disertai anggukan menandakan kepastian niatnya. Huf...lalu
sayapun sampaikan niat temen dekat saya kepada akhwat yang kebetulan saya juga
cukup mengenalnya. Satu dua patah kata saya susun dengan seksama dan dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya. Setiap kata yang saya sampaikan saya upayakan
semaksimal mungkin mewakili apa-apa yang teman saya amanahkan pada saya.
Yah...karena belum berpengalaman dan baru pertama kali, sepandai-pandai saya
rangkai kata-kata saya, tetep aja, ada bagian-bagian tertentu yang
belepotan...hadeh (*tepok jidat)
Setelah bersusah payah merangkai
kata-kata, akhirnya saya rasa, kalimat-kalimat saya itu sudah mewakili maksud
yang temen saya amanahkan kepada akhwat itu. Untuk ukuran akhwat dengan IP di
atas 3,8 tentu bukan perkara sulit untuk mencerna kata-kata saya, apalagi
kata-kata saya tidak pakai petikan-petikan teoritis dan tidak pakai daftar
pustaka, sehingga harapannya gampang dicerna. Sayapun masih terdiam dan
menunggu jawaban dari si akhwat. Jadi deg-deg-an lagi nih saya...........
Kata-kata yang saya tunggupun tak
kunjung datang..namun kayaknya si akhwat sedang kasak-kusuk menulis
sesuatu...suasanapun hening membahana....namun tiba-tiba mendadak suasana
berubah ketika jawaban yang dinanti-nanti pun keluar dari tulisan si akhwat...”diTerima
apa tidak ya??” gumam saya
Tulisan itupun kata-demi kata
saya cerna satu persatu :
“Afwan, saya mengerti maksud baik
temanmu itu, tapi sekali lagi afwan, saya belum siap untuk menikah saat ini...”
Alhamdulillah atau Innalillah,
ucapan yang harus saya ucapkan saat itu, namun yang jelas, jawaban sudah
diungkapkan....dan dengan berat hati, saya harus sampaikan pada teman saya
bahwa, si akhwat belum siap menikah L so..sad...but it’s real....kok jadi saya yang
sedih ya??? Apa saya salah cara ngomongnya ya???
Sayapun samapaikan jawaban itu
pada teman saya, diluar dugaan saya, teman saya, ikhwan itu mimik wajahnya
tidak berubah, tidak jadi sedih, tidak merasa down, eh, malah
senyum...gubrak...dia bilang sama saya, “kalau belum jodoh, Alloh juga belum
mengizinkan, jadi ikhtiar lagi mencari yang lain...yang penting bagi saya saat
ini adalah mencari akhwat yang SIAP diajak menikah dalam waktu dekat ini, karena
saya berniat MENYEGERAKAN menikah!” kata temen saya...
Subhanalloh, benar-benar lelaki
sejati yang tegar...gumam saya, dan saya belajar banyak dari peristiwa ini,
bahwa Menyegerakan Menikah beda dengan tergesa-gesa, bedanya ada di siap atau
tidaknya melalui proses panjang pra-nikah dan siap menikah dengan siapapun
akhwat, yang SIAP menikah SEGERA
Ingin ngobrol dengan saya di
twitter @DinarApriyanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar