Selasa, 28 Agustus 2012

Pujian VS Celaan... By : Dinar Apriyanto



Seharian kemarin saya melakukan perjalanan di dua kota yang berbeda, di kota yang pertama, saya bertemu dengan seorang akademisi di sebuah Universitas dan di kota kedua saya berjumpa dengan seorang praktisi keuangan swasta. Ketika bertemu dengan akademisi tersebut, saya langsung mendengar komentar dari beliau mengenai performance saya beberapa waktu yang lalu, dan beliau berkata, “Wah mas...kemarin hasilnya kurang memuaskan, seperti tidak siap!” kata beliau singkat sambil membuang pandangan... lalu diskusi panjangpun berjalan kira-kira lima menit..

Beberapa jam kemudian saya bertemu dengan praktisi keuangan swasta di kota yang lain. Sekitar satu jam saya berdiskusi dan beraktivitas dengan beliau, menjelang pulang beliau berkata pada saya, “Wah senang bertemu denganmu mas, memang Istimewa mas ini...!” kata beliau mengiringi kepergian saya
Saya kemudian teringat tulisan di sebuah buku Psikologi Populer tentang komentar yang sering kita dengarkan dari orang lain dalam waktu satu hari. Menurut buku tersebut, manusia rata-rata menerima komentar Negatif, enam kali lebih banyak dibandingkan komentar positif setiap hari. Dan saya merasakan bahwa ternyata penelitian yang dipublish dalam buku tersebut ada benarnya.

Mengenai pujian dan celaan saya mengutip referensi yang bagus. Ada ungkapan menarik yang disampaikan oleh al-Muhasibi, "Beribadahlah karena dan untuk Allah semata, karena niscaya burung, binatang-binatang buas, hewan melata dan para Malaikat akan memuji dirimu. Seluruh bangsa jin dan manusia yang berada di sekelilingmu juga akan turut berbahagia. Mereka akan memuji sikapmu. Lantas apakah kamu memilih untuk beribadah karena Allah atau tetap mengharapkan tipu daya berupa pujian dari mahluk. Kamu lebih memilih untuk meraih ridha Allah ataukah senang menerima azab-Nya? Kamu lebih senang mendapatkan nikmat yang abadi ataukah azab yang pedih?"

Salah satu obat untuk menghindari sikap senang dipuji dan disanjung adalah memperbanyak syukur kepada-Nya. Karena dengan menanamkan rasa syukur, memperbanyak syukur dan khawatir kalau nikmat Allah dicabut maka kita tidak akan mempunyai waktu lagi untuk merasa tersanjung ketika dipuji. Sebab malaikat dan para nabi saja sangat khawatir jika sampai anugerah Allah dicabut dari mereka. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: "(Mereka berdoa), 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami." (aali-'Imraan: 8).

Saudaraku, tak henti-hentinya al-Fakir mengingatkan, terutama bagi diri al-Fakir sendiri agar kita senantiasa saling mengingatkan satu sama lain dalam berperilaku. Mari kita teladani apa yang dilakukan oleh Imam 'Ali bin Abi Thalib kw saat disanjung orang. Beliau biasanya berdoa: "Ya Allah, ampunilah aku dari apa yang tidak mereka ketahui, dan janganlah Engkau siksa aku dengan apa yang mereka katakan, dan jadikanlah aku lebih baik daripada dari apa yang mereka sangkakan kepadaku." Atau meniru apa yang diucapkan oleh sebagian sufi dalam doanya ketika dipuji: "Ya Allah, sungguh hamba-Mu ini lebih layak pada murka-Mu dan aku bersaksi kepada-Mu atas kelayakan murka itu."
(Kutipan Ayat dan Hadits saya kutip dari http://www.spiritualsharing.net/read/detail/80/waspada-terhadap-pujian)
Semoga bermanfaat, kunjungi www.klubmbc.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar