Jumat, 24 Agustus 2012

(Jangan) Percaya Diri By : Dinar Apriyanto

Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan kemarin, bagi saya merupakan sepuluh hari istimewa. Sepuluh hari yang hampir di setiap malamnya, disirami ilmu-ilmu agung dari para Ulama dan Ustadz yang begitu mantap ilmunya. Yang tak kalah pentingnya adalah suasana ‘kompetisi’ mengkhatamkan Al Qur’an yang hampir tiap malam hari hingga tengah malam menjelang. Kebersamaan “istima’i” makan bersama dan sahur bersama, kenikmatan tersendiri dan terasa keberkahannya. Meskipun berada di masjid yang tidak terlalu besar dan megah, namun sisa-sisa hari terakhir bulan Ramadhan terasa lebih syahdu dengan suasana I’tikaf sepuluh hari terakhir Ramadhan 1433 H.
Salah satu malam di sepuluh hari terakhir itu, kami serombongan I’tikaf didatangi Ustadz spesial yang diimpor langsung dari Universitas Madinah. Ustadz yang saat ini menempuh Pascasarjana di Madinah tersebut tergolong ustadz yang berumur masih sangat muda. Namun, duduk satu majelis dengan Ustadz tersebut, terasa begitu berarti makna kajian satu jam malam hari itu. Materi kajian mungkin sudah sering didengar dari majelis-majelis lain di luar sana, ataupun sudah banyak buku yang beredar dengan judul yang sama yaitu “Sayyidul Istighfar”, namun entah, mengapa, Rasanya saya baru kali ini mendengar Dahsyatnya kekuatan Istighfar yang terasa begitu ‘mengena’ di hati.
Beberapa materi yang saya catat dari Ustadz tersebut yaitu ....Istighfar ternyata memiliki begitu banyak manfaat untuk siapa saja yang melafalkannya. Beberapa fadhilah-nya antara lain : Pertama : Diampuni Dosa-dosa kita, Kedua : Dilapangkan Rezeki kita, Ketiga : Terjaga diri kita dari perbuatan dosa dan maksiat. Rasululloh, uswah teladan kita, mencontohkan untuk beristighfar dalam satu hari tak kurang dari 100 kali Istighfar. Itupun beliau yang maksum dan terjada dari dosa, sedangkan kita manusia biasa, tentu paling tidak mencontoh perbuatan Rasululloh tersebut dengan tidak lupa membaca Istighfar minimal sehari 100 kali.
Sumber segala kekuatan manusia pada dasarnya adalah hanya kepunyaan Alloh. Maka tak pantas rasanya kita bersikap Percaya Diri saja. Para Nabi, dan Rasululloh tidak pernah mencontohkan sikap percaya diri. Rasululloh sebagai seorang utusan Alloh, saat beliau hendak memimpin perang Badar, beliau tidak percaya diri dengan kemampuannya dan kemampuan pasukannya. Justru pada saat seperti itu Rasululloh menghabiskan waktunya untuk berdoa dan memasrahkan seluruh kekuatannya pada Alloh dan memohon agar Alloh menurunkan pertolongan-Nya. Tentu sikap seperti ini bukanlah sikap percaya diri namun sikap Percaya Alloh.
Percaya Diri yang berlebih justru seringkali berakibat pada kegagalan kita sebagai manusia. Tengok bagaimana salah satu perang yang saat itu Umat Islam begitu Percaya Diri dengan banyaknya pasukan namun menjadikan lupa akan peran Alloh dalam setiap kemenangan, maka saat itu tentara Islam dibuat kocar-kacir atas musuhnya dalam medan peperangan. Maka Percaya Alloh menjadi hal utama dan penting untuk menjadikan kita sebagai manusia yang ‘kuat’ dan ‘berani’ menghadapi segala tantangan hidup. Bukan karena percaya akan kemampuan diri kita, namun Percaya Diri itu harus didasarkan pada Percaya akan adanya kekuatan Alloh dalam membantu mengabulkan hajat kita sebagai manusia.
Saudaraku yang budiman, mari kita jadikan kehidupan kita senantiasa Percaya Alloh dengan menjadikan hari-hari kita penuh dengan harap dan do’a kepada Alloh SWT.
Salam Muda, Sukses, Berkah
www.klubmbc.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar