Rasanya mau menyerah saja!, eit, namun tunggu, kami tidak selemah itu. Diskusi panjang lebarpun dilakukan, hari itu, kami sepakat untuk melakukan inspeksi mendadak ke kelas-kelas untuk mengambil kembali kuesionaire yang tidak kembali ke tangan kami. Hampir semua kelas kami Inspeksi, beberapa teman yang enggan menjawab dan ogah-ogahan, kami datangi satu-satu dan juga kami tunggu hingga ia selesai mengisi kuesionaire. Dengan cara ini, jumlah kuesionaire yang terkumpulpun bertambah, hingga karena kami mengejar target jumlah kuesionaire yang kembali sekitar 80 %, teman-teman sampai rela mengecek satu demi satu tong sampah yang barangkali berisi kuesionaire yang terbuang. Ternyata memang benar, banyak kuesionaire terisi yang sudah masuk di tong sampah. Alhamdulillah, selama kurang lebih satu pekan, kuesionaire, sudah berhasil 80% kami kumpulkan kembali.
Kini saatnya kami dan tim melakukan penghitungan dan analisis hasil. Tak semua tim di tahap ini bertahan, karena penelitian ini adalah penelitian Epos (Energi Positif, meminjam istilahnya Pak Jamil), maka tak ada upah sedikitpun buat kami. Alhasil hanya orang-orang yang memiliki visi dan semangat tinggi yang tetap bertahan. Selama kurang lebih tiga bulan penelitian, Alhamdulillah, atas ijin Alloh, hasilnya membuat kami sedikit bernafas lega. Lega karena kerja penelitian telah selesai, namun kami cukup mengelus dada dengan hasil yang kami peroleh dalam penelitian itu. Sekitar seratus lebih, siswa SMA yang menjadi objek penelitian kami, memberikan gambaran mengenai aktivitas mencontek yang dilakukan di sekolah. Point penting dalam penelitian ini adalah 97 % Siswa, ternyata pernah MENCONTEK. Sembilan puluh tujuh persen, bukan angka yang kecil ketika ternyata rata-rata siswa pernah melakukan praktek kecurangan yang mereka lakukan secara sadar, atas kendali pikiran sadar mereka. Praktek kecurangan meskipun mungkin dianggap sepele, namun sebenarnya membawa dampak yang cukup besar.
Saya pernah membaca kisah seorang yang menyampaikan pesan tentang jangan abaikan hal-hal kecil. Penakluk pertama Mount Everest, puncak tertinggi dunia di Pegunungan Himalaya, Sir Edmund Hillary, pernah ditanya wartawan apa yang paling ditakutinya dalam menjelajah alam.Dia lalu mengaku tidak takut pada binatang buas, jurang yang curam, bongkahan es raksasa, atau padang pasir yang luas dan gersang sekali pun!
Lantas apa yang membuatmu takut? tanya wartawan lagi.
"Sebutir pasir yang terselip di sela-sela jari kaki," kata Hillary. Wartawan heran, tetapi sang penjelajah melanjutkan kata-katanya, "Sebutir pasir yang masuk di sela-sela jari kaki sering sekali menjadi awal malapetaka. Ia bisa masuk ke kulit kaki atau menyelusup lewat kuku. Lama-lama jari kaki terkena infeksi, lalu membusuk. Tanpa sadar, kaki pun tak bisa digerakkan. Itulah malapetaka bagi seorang penjelajah sebab dia harus ditandu."
Harimau, buaya, dan beruang, meski buas, adalah binatang yang secara naluriah takut menghadapi manusia. Sedang menghadapi jurang yang dalam dan ganasnya padang pasir, seorang penjelajah sudah punya persiapan memadai. Tetapi, jika menghadapi sebutir pasir yang akan masuk ke jari kaki, seorang penjelajah tak mempersiapkannya. Dia cenderung mengabaikannya.
Apa yang dinyatakan Hillary, kalau kita renungkan, sebetulnya sama dengan orang yang mengabaikan dosa-dosa kecil. Orang yang malakukan dosa kecil, misalnya mencoba-coba mencicipi minuman keras atau membicarakan keburukan orang lain, sering menganggap hal itu adalah dosa yang kecil. Karena itu, banyak orang yang kebablasan melakukan dosa-dosa kecil sehingga lambat laun jadi kebiasaan. Kalau sudah jadi kebiasaan, dosa kecil itu pun akan berubah jadi dosa besar yang sangat membahayakan dirinya dan masyarakat.
{...وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ}
Artinya: "…dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar". QS. An Nur: 15.
Jika
kita perhatikan, negeri ini sudah terlalu penuh sesak dengan
orang-orang yang melakukan kesalahan-kesalahan besar yang dianggap
kecil. Tak adil rasanya jika kita me-generalisir bahwa negri ini sudah
rusak. Tidak, itu tidak adil. Yang benar adalah, apa yang bisa kita
lakukan untuk negri kita yang sudah seperti ini. Jika ada kesalahan
orang lain di negri ini, sudahkah kita menjadi orang yang berusaha
memperbaiki lingkungan atau sekedar menyalahkan lingkungan. Maka, yuk
kita tanya pada diri kita, apa yang sudah kita berikan untuk negri yang
kita cintai ini. ***
Follow twitter :@DinarApriyanto
Miliki segera buku @DinarApriyanto yang terbaru "BelajarCEPAT" terbitan MIZAN BANDUNG
pre Order melalui Pak Wal (088806007199)
www.klubmbc.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar