Rabu, 18 April 2012

Kesempatan tak datang dua kali...


By: Dinar Apriyanto

Cerita ini adalah tentang seorang pria yang tidak memiliki bakat atau kemampuan khusus, dia juga bukan seorang aktor dan sama sekali tidak bisa dikatakan jenisu dalam arti tradisional. Namun saat kesempatan datang, ia mampu mengambil kesempatan itu.

Suatu hari, sebagai seorang salesman muda di sebuah perusahaan mesin milkshake, dia memperhatikan bahwa salah satu konsumennya, sebuah kedai hamburger kecil, mengirim pesanan untuk membeli lagi enam mesin milkshake. Saat melihat catatan penjulan sebelumnya, dia menemukan bahwa pesanan tersebut merupakan pesanan ke delapan selama tiga tahun. Jadi total pembelian dari kedai tersebut mencapai 48 mesin milkshake, dan seumur hidupnya dia tidak habis pikir mengapa sebuah kedai hamburger kecil memerlukan mesin milkshake sedemikian banyak. Dia lalu memutuskan untuk mengunjungi kedai tersebut.

Disana dia melihat dua orang bersaudara tengah membuat hamburger dengan sangat cepat, begitu pula saat menyajikannya. Untuk bisa menyajikan fast food dengan cara seperti ini pada para pegawai yang sibuk dengan jam makan siang yang singkat, mereka menyederhanakan atau meniadakan sejumlah proses penyajian seperti mengambil piring, gelas, atau alat-alat makan, dan sebagainya, serta hanya menangani proses penyajian hamburger, kentang goreng dan minuman ringan. Dan meskipun melakukan penyederhanaan mereka masih saja kewalahan.

Si salesman muda itu melihat kecemerlangan, kesederhanaan dan kecerdikan dari gagasan tersebut. Dia lalu berbicara dengan dua bersaudara pemilik kedai dan akhirnya berhasil membuat perjanjian untuk menjual hak kelola atas metode pelaksanaan yang mereka lakukan. Salesman muda itu bernama Roy Kroc dan dua bersaudara pemilik kedai adalah Mc Donald, dan hasilnya adalah usaha fast food paling berhasil abad-20.
Kroc bisa saja tidak memperhatikan pola pemesanan mesin Milkshake dari Mc Donald bersaudara. Atau bisa saja dia tidak menyadari tentang kesederhanaan dan kejeniusan mereka dalam menemukan cara penyajian hamburger yang hampir secara langsung. Hanya dengan memperhatikan sedikit lebih besar atas informasi yang diterima dari indera penglihatannya, Roy Kroc berhasil mengembangkan sebuah peluang yang selama ini diabaikan orang lain menjadi bisnis bernilai jutaan dolar. Ini adalah pelajaran yang bisa kita semua pelajari.

(Disarikan dari buku Jean Marie Stine)

Kamis, 12 April 2012

Dua bidadariku, dan nama terbaik untukmu...


By : Dinar Apriyanto

Tak terbayangkan empat tahun yang lalu ketika saya masih berstatus pria lajang. Pergi kemanapun selalu sendiri, dari sibuk beraktivitas dari satu sekolah ke sekolah lain, loncat dari sebuah Instansi ke Instansi ataupun terbang ke kota satu ke kota lain dengan masih memendam rasa ‘Galau’ kalau anak muda sekarang bilang. Ya, karena masa sendiri seorang laki-laki tak bisa dipungkiri akan dekat dengan rasa ‘Galau’. Mungkin kalau dianggap kesimpulan tidak juga, karena bisa jadi ada pria lajang yang pandai menjaga diri dan tidak galau di kala kesendiriannya. Namun paling tidak pria lajang merindukan ‘someone’ yang bisa menemani-nya sekedar berbagi cerita dan kisah. Yah, kini tidak terasa, dari pernikahan kami empat tahun lalu telah lahir dua bidadariku.

Bidadari pertama saya dan Istri sepakat untuk memberikan nama terbaik untuknya yaitu  “Fatimah Az Zahra”. Nama itu sudah saya siapkan jauh sebelum saya menikah.Tepatnya ketika saya mendengar sebuah kajian tentang kehebatan Putri Rasululloh bernama Fatimah yang begitu dicintai Sang Nabi. Putri pasangan Terbaik di muka bumi ini yaitu antara Baginda Rasul dengan Ibunda Khadijah ini merupakan putri teladan muslimah yang kehidupannya begitu persis dan dekat seperti yang dialami ayahanda-nya, yaitu Nabi Muhammad SAW.

Kesederhanaannya, kerja kerasnya, dan perjuangannya dalam membela Islam begitu nyata terlihat sejak kecil hingga akhir kehidupannya bersama sang suami tercinta Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Begitu kuat motivasi saya menamakan putri pertama saya dengan nama ini, karena Fatimah pula menjadi salah satu wanita yang oleh Rasululloh dijanjikan Syurga. Detik-detik Rasululloh dipanggil oleh Rabb Semesta Alam , Fatimah menjadi salah satu putri yang setia menemani beliau dan menjadi salah satu saksi sebuah peristiwa yang begitu menyedihkan bagi siapapun yang menyaksikan, hingga Khalifah setelah beliau wafatpun tidak sanggup mengabarkan berita wafat-nya Rasululloh saat itu karena begitu sedihnya. Dan hingga akhir wafat-nya Uswah teladan kita ini, Fatimah terbukti menjadi salah satu putri yang setia kepada Rasul hingga Fatimah-pun dipanggil oleh Alloh dalam keadaan terbaik-nya. Rasululloh sering memanggil Fatimah dengan julukan Az Zahra yang bermakna bunga. Maka nama “Fatimah Az Zahra” kami pilih pada saat kelahiran putri kami yang pertama.

Bidadari kedua kami bernama “Aisyah Nur Hafidzah”. Bisa jadi dikatakan ‘obsesi’ kami untuk menamakan keturunan kami dengan nama-nama keluarga Rasullulloh. Ya, tak jauh dari bidadariku yang pertama, nama putri kedua kamipun kami pilih tidak jauh dari nama keluarga Rasul yaitu ‘Aisyah, Istri Rasullulloh. Dalam tarikh Islam, ‘Asiyah merupakan salah satu wanita yang banyak meriwayatkan hadist Nabi. Di samping usianya yang masih muda ketika Rasululloh diangkat menjadi Nabi, ‘Aisyah juga merupakan Istri nabi yang sangat dekat dengan Rasululloh, hingga beliau sanggup dengan detail meriwayatkan hadist-hadist tentang Rasululloh. ‘Aisyah juga termasuk keluarga Rasul yang senantiasa menjaga kemurnian Islam sepeninggal wafatnya Rasululloh SAW. Maka nama ‘Aisyah kami pilih untuk nama depan putri kedua kami. Nur bermakna cahaya, yang kami harapkan menjadi cahaya bagi kedua orang tuanya baik di dunia maupun di akhirat nanti. Dan Nur yang akan dibawa oleh putri kedua kami tersebut kami harapkan muncul dari Hafidzah, hapalan Qur’annya yang terjaga hingga akhir hidupnya. Hingga predikat Hafidzah itu mampu memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya di akhirat nanti.

Amin ya Alloh, semoga do’a kami untuk kedua putri kami itu akan menjadi sebab bagi Alloh mempermudah jalan kami menuju ke Syurga. Amin  

Bidadariku, Si Bungsu, Juara 1...


By: Dinar Apriyanto

Sepekan yang lalu bidadariku, si bungsu, mendapatkan anugerah Juara 1 dalam sebuah perlombaan di sekolah kindergarten-nya. Ekspresi si Bungsu  sore itu begitu bahagia ketika melihat saya pulang. Sambil berlari, dia membawa piala yang baru pertama kali didapatkan selama hampir satu tahun sekolah sejak usianya menjelang  2 tahun. Begitu bersemangatnya dia ingin menunjukkan piala kebanggaannya itu, sampai-sampai ketika berlari, tiba-tiba ia terjatuh dan piala yang dipegangnya jatuh dan pecah di bagian penyangga-nya. Sontak, saya langsung menghampiri dan membantu-nya berdiri sambil memungut kepingan pecahan penyangga piala yang berserakan di sekitar tempat jatuh. Ekspresinya tiba-tiba berubah menjadi sedih, dan hampir-hampir pecah tangisnya hingga Istriku berhasil meredam tangisnya.

Alhamdulillah, pagi ini, piala itu sudah kami perbaiki dan pagi ini saya ambil fotonya plus piala kesayangannya. Ekspresi bahagia-pun kini hadir kembali setelah pialanya kembali seperti semula. Saudaraku, sekecil apapun prestasi yang diraih oleh anak-anak kita, tentu menjadi bentuk syukur tersendiri bagi kita sebagai orang tua. Semasa kita menikah, ketika masih duduk bersanding di atas mahligai pernikahan. Tentu salah satu do’a yang sering di ucapkan oleh saudara-saudara kita yang hadir dalam pernikahan adalah “semoga cepat dapet momongan ya..!”. Do’a ini sangat lazim kita dengar sebagai hadiah do’a kepada kedua mempelai. Tak terkecuali saya yang empat tahun lalu ketika menikahpun mendapatkan do’a yang serupa. Saya jadi teringat nasehat seorang Ustadz dari Jogja yang sangat intens menuliskan buku tentang pernikahan. Dalam sebuah bab yang saya baca tentang “ do’a untuk kedua mempelai” beliau memaparkan sebuah hadist yang cukup mengagetkan saya. Karena ternyata do’a yang lazin diucapkan untuk kedua mempelai yaitu “segera dapet momongan ya!” itu ternyata tidak dicontohkan oleh Uswah kita Rasululloh. Karena Rasululloh mencontohkan do’a untuk kedua mempelai yaitu “Barokallohu laka wa baaroka ‘alayka wa jama’a bayna kuma fii khoyr” yang kurang lebih secara umum bila diartikan adalah kita mendo’akan agar kedua mempelai memperoleh barokah dalam pernikahannya, bukan semata-mata mendapatkan momongan. Subhanalloh, saya mendapatkan ilmu baru dari buku Ustadz ini.

Selasa, 10 April 2012

Keluarga sumber motivasi...



By : Dinar Apriyanto

Ketika saya masih duduk di bangku SD, saya masih teringat sebuah acara televisi berjudul “keluarga Cemara” yang menjadi salah satu acara favorit saya. Dalam film itu, dikisahkan tentang kehidupan keluarga sederhana yang hidup dengan bahagia meskipun tidak berkelimpahan harta benda. Abah yang dalam kisah itu sebagai sosok ayah yang sangat peduli terhadap keberhasilan anak-anaknya selalu memotivasi anak-anak untuk tetap sekolah di tengah profesinya sebagai tukang becak. Emak dalam kisah itu diceritakan sebagai sosok seorang ibu rumah tangga yang begitu hangat menampung segala keluh kesah anak-anaknya. Euis, Ara dan Agil adalah tiga putri yang dimiliki oleh keluarga ini yang mereka harus berjuang keras menyambung kehidupannya dengan berjualan Opak, seusai sekolahnya. Namun, di tengah begitu kerasnya kehidupan yang harus mereka hadapi, keluarga ini hidup bahagia dan meninggalkan bekas hikmah setelah melihat tayangan tersebut.

Bicara tentang keluarga, saya teringat juga tentang kisah suatu malam ketika saya berkesempatan berkunjung ke rumah salah seorang manajer di sebuah perusahaan ternama dari Jepang. Beliau kebetulan selama beberapa bulan ditempatkan di sebuah kota oleh perusahaan pusat. Selama beberapa bulan tersebut beliau hanya bisa menemui keluarganya sepekan sekali di hari ahad. Malam itu beliau bercerita panjang lebar tentang kesepiannya jauh dari keluarga, “Saya kangen sama keluarga mas, karena Selama beberapa tahun saya tidak pernah jauh dari keluarga baru kali ini saya ditempatkan di tempat yang jauh!” . Ketika hari Sabtu menjelang, kebahagiaanpun menyeruak ke dalam hati beliau, karena berarti sebentar lagi bisa bertemu dengan istri dan kedua anaknya. Namun ketika hari Senin pagi menjelang, beliau mengaku betapa malasnya harus bangun pagi untuk segera meluncur ke kota tempatnya kini bekerja. “Sungguh mas, bagi saya keluarga membuat saya bersemangat untuk melakukan sesuatu, termasuk bekerja!” kata bapak ini menutup kisah rindunya dengan keluarga.

Dalam sebuah surat kabar elektronik, sayapun membaca kisah-kisah para pekerja yang harus hidup berjauhan negara dengan sanak keluarganya. Kerinduan mereka dengan keluarga begitu terasa saat mereka menempel foto istri dan anak-anaknya di kamar. Beberapa kisah menyebutkan bahwa kerinduan itu mereka salurkan melalui musik-musik sendu yang sengaja mereka download dari situs internet, sehingga mereka merasakan dekat dengan keluarga. Dan tidak sedikit dari mereka yang harus merogoh kocek dalam-dalam untuk sekedar mendengar suara dari keluarga yang dirindukannya.

Saudaraku yang budiman, suatu saat mungkin kita akan mengalami hidup berjauhan dengan keluarga kita. Bisa jadi karena kuliah, bekerja ataupun tugas khusus yang mengharuskan kita hidup berjauhan dengan keluarga. Ketika jauh, kita baru akan merasakan betapa rindunya kita dengan sosok orang tua kita. Kita rindu untuk bisa melihat kesibukan ibu di pagi hari yang menyiapkan makanan. Rindu untuk bisa mencium punggung tangan ayah yang pamit untuk bekerja. Bila sudah berkeluarga, mungkin kita akan rindu menatap wajah Istri yang kita cintai mengantarkan langkah kita saat keluar rumah. Atau rindu  tawa anak-anak kita saat bermain petak umpet. Kerinduan-kerinduan itulah yang terus akan menjadi magnet dalam kehidupan kita untuk selalu kembali ke ‘istana’ terindah kita yaitu rumah tempat kita tinggal.
Keberhasilan yang kita capai hari ini tak akan bisa terwujud bila tak ada dukungan dari orang tua, istri dan anak-anak kita. Begitu besar kontribusi yang sudah mereka berikan ke dalam diri kita. Suntikan semangat dari keluarga yang selalu terinjeksi di saat kita berada di titik semangat terendah dalam episode kehidupan kita.
Keluarga, sumber motivasi..

Sabtu, 07 April 2012

Hadiah ‘Ulang Tahun’ yang spesial...




By: Dinar Apriyanto

Bukan menjadi kebiasaan di keluarga saya untuk mengistimewakan hari ulang tahun untuk memberi hadiah, kue, kado ataupun ucapan selamat. Karena hampir setiap saat keluarga kami selalu memberikan do’a, kado, bahkan ucapan yang memotivasi tanpa harus menunggu saat Ulang tahun. Maka sebenarnya ‘ulang tahun’ bagi keluarga kami bukanlah menjadi sebuah hari yang istimewa, karena memang keluarga kami menganggap semua hari adalah istimewa karunia Alloh. Namun, setelah cukup lama ‘eksis’ di dunia maya, rasanya tak bisa terlepas dari mendapatkan ucapan “Selamat” ketika ‘ulang tahun’ tak terkecuali saya. Subhanalloh, begitu buanyak sekali ucapan itu masuk ke wall, sampai-sampai beberapa ucapan ter-hidden secara otomatis karena ‘saking’ banyak-nya..Bagi saya, ini menandakan bahwa ternyata banyak diantara sahabat-sahabat saya di facebook yang begitu perhatian kepada saya...Sayapun bersyukur karena masih diberikan jatah hidup oleh Alloh sekaligus istighfar, karena bisa jadi saya diingatkan oleh teman-teman bahwa umur saya semakin habis dimakan waktu. Ya Alloh, sementara, begitu kecil prestasi yang sudah saya ukir dalam hidup.

Pagi  inipun, saya terbangun dengan kesadaran penuh bahwa hari ini, usia saya semakin ‘menua’, dan amanah saya semakin ‘berat’. Namun sepertinya skenario Alloh untuk membahagiakan saya di hari ‘ulang tahun’ cukup membuat saya berdecak kagum. Serangkaian peristiwa tak terduga dan diluar prediksi saya begitu rapi saya alami dengan ‘produser’ yang langsung dari Alloh. Sejak bangun tidur, biasanya suara tangisan dua bidadari kecilku mewarnai suasana pagi yang cukup padat aktivitas. Namun pagi ini ada yang berbeda, karena dua bidadari kecilku bangun dengan begitu ‘tuma’ninah’ dan berhasil sadar dari tidur-nya tanpa harus memecah suasana pagi dengan tangisan. Kamipun merencanakan sebuah agenda penting yaitu mengantar bidadariku yang bungsu untuk mengikuti sebuah perlombaan di ‘Kindergarten’. Menjelang saat-saat mandi, biasanya suasana  tegangpun tak ter-elak-kan yaitu ‘peperangan’ kecil antara mengajak mandi, sarapan ataupun main-main dulu. Kejar-kejaran pun sering menjadi pemandangan sehari-hari di dirumah kami ketika waktu mandi dua bidadariku tiba. Namun, sekali lagi, saat mandi pagi ini beda, tak seperti biasa, semuanya berjalan lancar dan terkendali. Tak harus ada adegan kejar-kejaran dan tak harus ada adegan ‘manyun’ di pojokan kamar karena biasanya si Bungsu kesal.

Saat mulai berpakaianpun hampir tiap hari menjadi satu ‘scene’ yang cukup melelahkan. Berlarian kesana kemari, berkejaran dan bahkan sampai ngambek tak mau memakai seragam. Namun lagi-lagi hari ini istimewa, momen berpakaian hingga sarapan, sepertinya semua sudah diskenario bahwa akan berjalan dengan lancar. Hingga kami sampai di sekolah si Bungsu tepat pada waktunya, sepertinya memang sudah diatur kejadiannya seperti itu, sehingga saya tak perlu khawatir si Bungsu tertinggal lomba yang begitu bersemangat ingin dia ikuti. Melepas kepergian Si Bungsu untuk ‘diserahkan’ Ustadzah di sekolahnya, biasanya juga tak berjalan semulus pagi ini. Hari-hari biasa sering ada adegan tangis-menangis yang cukup menghebohkan, hingga seperti sebuah adegan klimaks di sebuah sinetron. Pagi ini, si bungsu dengan rela, melepas kepergian kami dengan senyuman dan anggukan kepala, tanda dia bersedia sekolah dengan kemauannya sendiri. Kamipun segera meninggalkan suasana sekolah yang tampak riuh suara sound system dari acara lomba itu.

Setelah mengantar si Bungsu, Pagi ini-pun, saya agendakan untuk silaturahim ke rumah Orang Tua saya yang jaraknya cukup dekat. Sekitar lima belas menit perjalanan, sampailah saya, istri dan si Sulung di rumah orang tua saya. Cukup kaget melihat mobil yang terparkir di depan rumah dengan kondisi menghadap badan jalan. Mungkin akan bepergian ya? Pikirku dalam hati, belum sempat mengetuk pintu, kamipun di kagetkan dengan pertanyaan dari saudara perempuan saya, “mau ikut nggak?” ternyata dugaan saya tepat, karena keluarga saya merencanakan silaturahim ke kerabat di sebuah Provinsi Istimewa di Jawa. Tanpa berpikir panjang, kusetujui tawarannya, bahwa kami akan ikut serta? Dan konsekuensinya, saya harus jemput lagi si Bungsu yang sudah terlanjur diantar di sekolahnya...Singkat cerita, sesampainya saya di sekolah si Bungsu untuk menjemput, ternyata perlombaan masih berlangsung. Dari kejauhan saya lihat si Bungsu dengan semangatnya mengikuti satu demi satu perlombaan di tingkat umurnya. Tak tega kalau harus memangkas ke’asyikan’nya dalam berlomba. Maka sayapun duduk cukup lama untuk menunggu, hingga si Bungsu selesai mengikuti perlombaan.

Selama perjalanan, saya, keluarga, anak-anak dan keponakan begitu antusias menempuh kilometer demi kilometer perjalanan menuju kota kerabat kami. Tawa, sendau gurau begitu lepas mengantarkan kepergian kami menuju sebuah kota yang kami yakini punya ke-asyik-an sendiri disana. Di tengah perjalanan, saya mendapat sms dari Ustadzah sekolah si Bungsu. “selamat pak, putri bapak dapat Juara 1 lomba tadi!” Subhanalloh, rasa syukur tak bisa disembunyikan dari diri saya kala itu. Tadinya saya sempat pesimis si Bungsu bisa membawa salah satu Tropi yang di pajang rapi di meja sekolah, apalagi saya harus menjemputnya lebih awal. Namun Alhamdulillah, rasa pesimis saya sudah hancur dengan datangnya sms dari Ustadzah tadi. Ini adalah kado istimewa di hari “Ulang Tahun” saya.

Sampai di kota yang kami tuju, suasana hangat menyeruak di sela-sela kehadiran kami berkumpul dengan keluarga besar saya. Empat bersaudara dari orang tua saya yang kini sudah berkembang menjadi bertambah enam keponakan dan empat menantu dari orang tua saya. Wah, suasanapun terasa bahagia bisa berkumpul di tengah-tengah keluarga ini. Tawa, diskusi-diskusi ringan, cerita-cerita seru mengalir cukup seru bergantian dari masing- masing dari kami. Tak terasa, Dua puluh tujuh tahun yang lalu, di hari kelahiran saya, saya terlahir dengan tubuh lemah dan kecil. Namun kini, saya sudah harus merawat tiga bidadari, istri, dan dua putri saya yang merupakan amanah spesial dalam hidup saya. Tak terasa, ibu saya kini sudah memiliki enam cucu, padahal dua puluh tujuh tahun yang lalu beliau terakhir kalinya melahirkan anak keempat terakhirnya yang kini sudah bermetamorfosis menjadi seorang Bapak. Subhanalloh, suasana bahagia hari ini sungguh, adalah Kado terbaik yang Alloh karuniakan di hari ‘Ulang Tahun’ saya.

Di hari ulang tahun saya ini, saya merenung, bahwa waktu sepertinya tidak memberi kita ruang untuk bersantai dalam menjalankan amanah. Di saat umur kita semakin bertambah, mari kita hitung seberapa banyak kebaikan yang sudah berhasil kita kantongi untuk kehidupan kita di akhirat nanti. Seberapa banyak keburukan yang sudah sengaja kita tanam yang telah menggerogoti amal-amal baik kita. Berapa persen dari Impian atau cita-cita kita yang sudah di dedikasikan untuk kemanfaatan orang banyak, atau hanya kita ingin untuk memuliakan diri kita sendiri. Bekas-bekas apa yang akan kita tinggalkan di dunia ini ketika tak ada pengingat lagi tentang nama kita selain batu nisan yang bertuliskan nama lengkap, tanggal lahir dan tanggal kematian kita. Maka saudaraku yang budiman, marilah kita beri Kado terbaik untuk diri kita sendiri di saat kita berulang tahun dengan melakukan banyak introspeksi terhadap kehidupan kita. Semoga tahun-tahun mendatang, kita akan lebih baik dalam menjalani kehidupan dan semakin bermanfaat untuk orang lain di dunia ini. Amin

Catatan di hari “Ulang tahun” 6 April 2012 (Dinar Apriyanto)

Senin, 02 April 2012

Dalam hidup ‘Tanamlah’ kebaikan



By : Dinar Apriyanto

Malam ini, saya baru mengetahui bahwa keputusan saya satu bulan yang lalu untuk mengambil amanah mengajar privat Baca Qur’an salah seorang manajer Perusahaan skala Internasional, adalah keputusan yang tepat. Sempat ragu saat akan menyetujui tawaran itu, di tengah amanah lain yang sama-sama penting dan mendesak. Namun, malam ini saya jadi teringat pesan Alloh dalam Q.S At Talaq ayat 1-2 yang terkandung makna di dalamnya bahwa ‘Barangsiapa bertawakal, maka Alloh akan memberi rezeki yang tidak disangka-sangka’ . Dan malam ini saya merasakan rezeki itu telah Alloh tampakkan...dengan jumlah yang tak ternilai dan harga yang tak terbeli. Bahagia rasanya, di saat pertemuan yang kira-kira mencapai delapan pertemuan, perkembangan ilmu tajwid yang beliau kuasai semakin banyak. Tingkat kekeliruan membaca yang sudah hampir mendekati 10% saja dan yang paling membanggakan adalah saat beliau berkata “Saya senang mas sudah bisa mahir baca Qur’an-nya!” celetuk beliau di tengah bacaan Qur’an yang sedang beliau lantunkan. Rasanya kata-kata itu cukup membuat hati saya begitu bahagia dan syukur atas nikmat Alloh ini.

Bagi saya itu semua adalah rezeki yang tak ternilai harganya dari Alloh. Kemajuan beliau dalam membaca Qur’an, dan motivasi beliau yang semakin membesar rasanya begitu menyejukkan di hati saya. Bahkan sering saya terkagum-kagum dengan semangat belajar beliau yang begitu hebat, saat itu, ketika  akhir bulan menjelang, dan seharusnya beliau habiskan waktunya untuk lembur di kantor, namun terang-terangan beliau bilang “mas, sengaja saya pulang cepat biar tetep bisa ngaji!”. Padahal tak biasanya di akhir bulan, beliau pulang cepat. Dan malam ini Hampir-hampir saya merasa tak kuasa menahan rasa haru ketika sekarang beliau menjadi agen kebaikan bagi teman-teman-nya yang tinggal satu apartemen dengan beliau.  Beliau ajak satu demi satu temannya untuk ikut mengaji. Dan tak lama lagi saya-pun akan memiliki tambahan ‘murid-murid’ baru yang rata-rata beliau adalah manajer kelas atas di beberapa perusahaan kelas Internasional dan Nasional. Subhanalloh...

Pembaca yang budiman, saya menjadi teringat pesan singkat seorang bijak yang pernah saya dengar di sebuah acara. Pesan itu berbunyi : “Tanamlah padi maka engkau akan makmur tiga hari dan tanamlah orang, maka engkau akan makmur  1000 hari!” pesan ini begitu dalam maknanya bagi saya, di saat pilihan kebaikan ditampakkan di depan kita, maka pastilah kita harus memilih diantara pilihan-pilihan itu. Dan memilih amanah berarti memilih apa yang akan kita ‘tanam’ dalam kehidupan kita. Menanam kebaikan yang sedikit akan berbuah sesuatu yang sedikit pula, dan sebaliknya menanam kebaikan yang besar, maka Insya Alloh, Alloh akan memberikan ganti yang lebih besar pula.

Maka mari kita periksa pilihan-pilihan kebaikan yang kita lakukan sampai hari ini, bila sampai saat ini kita masih memilih untuk mengerjakan kebaikan yang nilai-nya sedikit maka bersiap untuk menanti buah yang sedikit pula. Dan bila kita telah menanam kebaikan yang besar, tak perlu di tunggu, Insya Alloh, Sang Maha Kaya akan mengkaruniakan balasan kebaikan yang berlipat-lipat dengan jumlah yang lebih besar pula...Amin